Friday, June 08, 2012

dalam doaku

Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang
semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening
siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening
karena akan menerima suara-suara

Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala,
dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang
hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya
mengajukan pertanyaan muskil kepada angin
yang mendesau entah dari mana

Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja
yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu
bunga jambu, yang tiba-tiba gelisah dan
terbang lalu hinggap di dahan mangga itu

Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang
turun sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat
di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku

Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit
yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia
demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi
bagi kehidupanku

Aku mencintaimu.
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan
keselamatanmu

(Sapardi Joko Damono, 1989, kumpulan sajak “Hujan Bulan Juni”)

******

Untuk suami baik hati hadiah dari Tuhan,
hari tak pernah berulang. tanggal yang sama di tahun yang berbeda bukan berarti kita menjalani hari yang sama. hari ini hanya sekedar penanda. penanda bahwa bilangan usia bertambah dan tarikan nafas berkurang jatahnya. semoga hari ini Allah melimpahkan keberkahan dan kebaikan yang berlipat-lipat padamu. Semoga Allah memelihara keingintahuan dan kehausanmu akan ilmu lewat niat dan ikhtiar yang dikuatkan.  Semoga Allah memberikan kesadaran yang bertambah-tambah. Kesadaran tentang iman, ihsan, amal, dan ikhlas. Kesadaran tentang ketaqwaan yang selalu kurang dan perlu terus ditingkatkan.
Semoga Allah memberkahi tiap kebahagiaan yang dilimpahkannya dalam rumah kecil kita. Semoga Allah meridhoi setiap ujian yang berhasil kita lewati dengan sabar dan senyum. Dan semoga Allah memberikan kepercayaan pada kita untuk mengemban amanahnya berupa anak-anak titipan langit. Aamiin...

PS.
just like Sapardi said,
Aku mencintaimu. Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu.
J

Wednesday, April 11, 2012

Monday, March 19, 2012

sepekan sebuah kebersamaan

dududu.... saya sedang menunggu. menunggu sang suami yang sedang membelah jakarta untuk menjemput saya.

hmm... ga kerasa udah sepekan lebih sehari saya jadi seorang istri. fase-fase indah berdua masih terasa, tapi juga mulai diiringi dengan fase adaptasi satu sama lain. mulai menemukan sisi2 lain dari seorang suami tercinta. surprise? yes, indeed. happy? jangan ditanya. tapi kalau boleh jujur, kadang saya masih merasa gamang dan merasa aneh dengan perubahan status ini. perubahan status ini ga cuma sekedar terlihat dari cincin yang melingkar di jari, tapi juga dari gaya hidup yang mau tidak mau, suka tidak suka harus mengalami penyesuaian. kalau menurut teman-teman saya di kantor, saya tak ubahnya tuan puteri yang berubah jadi upik abu. saya yang ga pernah masuk dapur, nyolek cucian dan cuek dengan kondisi kamar berubah drastis. hal yang paling jelas tentu saja, saya mencuci pakaian kami berdua sendiri. tidak dibantu oleh orang tua atau dibantu mas2 laundry kiloan. hehe... pertama kali mencuci jangan ditanya deh gimana rasanya, pegel super. begitu pula saat memasak. saya bukannya total tidak bisa memasak, hanya saja, orang tua saya memang tidak pernah mewajibkan saya untuk memasak hidangan di rumah. alhasil, sampai saat ini saya masih nge-blank kalau diminta masak. saya hanya ikuti instruksi ibu saja sambil mengandalkan feeling. masakan saya tidak buruk2 amat ternyata. masih layak dimakan dan rasanya pun tidak mengecewakan. alhamdulillah, dia masih mau makan masakan saya. ;p
fokus pikiran saya pun secara otomatis berubah. kalau dulu mau pergi kemana terserah saya, sekarang tidak lagi. saya harus patuh pada maunya suami. karena dia juga merangkap ojek pribadi saya ;p. selain itu, ketika saya berada di luar, pikiran saya selalu tertuju ke rumah. memikirkan cucian saya yang belum kering dan masih berantakan karena belum disetrika. memikirkan bagaimana membagi tenaga antara pekerjaan rumah tangga dengan pekerjaan dan kewajiban kami berbakti pada orang tua. whew... banyak ya cabang2nya?
tapi itu lah anehnya sebuah pernikahan. di antara kewajiban yang sejibun (lebay ya? maklum, tuan putri ga pernah berurusan ma hal2 begituan), tapi saya tetap merasa bahagia. saya merasa cemas dan sedih manakala melihat suami saya berantakan. saya merasa sedih dan kurang percaya diri manakala mengetahui bahwa pengetahuan memasak saya amat terbatas sehingga tidak bisa menghidangkan makanan yang mewah bagi suami saya. tapi di saat yang lain, saya merasa bahagia tidak terkira saat mengetahui cucian saya kering. baju suami terlipat rapih di pojok lemari. dan bisa saya siapkan untuknya ketika pagi kami akan beraktivitas. lucu ya?

eh, maaf, temans. suami saya sudah datang. (akhirnya....)

sebelum pamit saya mau bilang sesuatu,
macam closing statement gitu lah. ;D

mungkin cinta yang membuat Khadijah menerima setia berpeluh menangis bersama Rasulullah
mungkin cinta yang membuat Rasulullah tertawa lepas saat bersama Aisyah bercanda
mungkin cinta yang membuat Fatimah mau membiarkan tangannya kasar menggiling tepung hingga berdarah
dan mungkin cinta pula yang membuat saya mau menundukkan diri, berhenti pada titik ketaatan, berharap pada sebuah ridho manusia yang saya impikan dapat mengantarkan saya menuju surgaNya.


sepekan,
terima kasih sudah mau menerima saya dengan segala yang ada
dan saya belajar
masih akan terus belajar

Friday, February 24, 2012

H-16

Alhamdulillah... it's Friday

and,





=)

Tuesday, February 21, 2012

How i met him

Okeh, undangan sudah dilaunching. jadi sudah boleh donk saya bercerita tentang lelaki yang saya pilih sebagai calon suami saya. ;p
hmm... postingan di bawah ini aslinya dibuat untuk dimasukkan ke web undangan kami berdua. tapi di web itu ada bagian yang diedit atas kesepakatan bersama. nah, karena saya sayang sama kalian, para pembaca setia blog ini (halah), maka saya tunjukkan versi uncensored cerita tentang bagaimana saya dan dia bertemu dan berproses. cekidot. :)


****

Then, which of the blessings of your Lord that you deny? (QS. 55: 13)

"Laki-laki yang baik seperti angin yang mengarus di udara dan perempuan yang baik laksana air yang sejuk dan menghidupkan. Ketika keduanya bertemu mereka bersinergi menjadi hujan yang merupakan tanda kasih sayang Tuhan. Itulah keserasian.'' (me)

Hmm... agak bingung harus memulai darimana ketika saya diminta untuk bercerita tentang awal pertemuan saya dengan Pak Zamal (i prefer to called him with “pak” preposition, hope he wouldn’t mind about that). Let’s see... saya pertama bertemu beliau tentu saja di SD Juara Jaksel sekitar awal Januari 2011. Saat itu hanya berpikir, “oh ini toh yang akan gantiin pak dedi (former man at NFE)”. Saya pikir usianya di atas saya, ternyata.... usianya dibawah saya setahun, sodara-sodara. Ckckck.... tampangnya tua sekali ;p. Belum lagi pembawaannya yang kaku dan jadul. Terlihat dari caranya berpakaian dan berbicara. hehehe... (^^)v
Pada waktu itu, tidak terlintas sedikit pun bahwa kelak kami berdua akan bertemu dalam proses ta’aruf. Karena kesan saya biasa-biasa saja, neutral n nothing special in particular. Selama berinteraksi di kantor pun saya menganggap beliau rekan kerja biasa. Hanya saja, ternyata kami mengenal banyak orang yang sama dalam lingkungan pergaulan kami. Sehingga tema pembicaraan kami jadi lebih beragam, tidak sekedar urusan pekerjaan.
Oia, sebelumnya mungkin perlu dijelaskan bahwa saya dan beliau memilih untuk berproses menuju pernikahan tanpa pacaran sesuai dengan keyakinan kami dalam menjalankan pernikahan dalam bingkai aturan agama islam. Bahasa kerennya mah ta’aruf-an. Dengan difasilitasi oleh “guru ngaji” kami berdua, mulai dari bertukar biodata kedua belah pihak di akhir september 2011 hingga pertemuan di suatu ahad sore di bulan Oktober 2011.
Honestly, ketika pertama kali beliau mengajukan diri untuk ta’aruf, saya langsung ingat kata-kata saya sendiri semasa di kampus dulu. Ketika saya masih keukeuh sumekeuh dengan segudang kriteria pasangan hidup. Dulu, saya berpikir tidak ingin menikah dengan seorang lelaki yang lebih muda karena lelaki yang lebih muda pasti tidak dewasa dalam berpikir dan ego saya tidak cukup sanggup merendah untuk mengalah (maklum, saya anak sulung dari 5 bersaudara dengan 3 adik laki-laki). Saya juga tidak ingin berjodoh dengan lelaki yang berada di satu instansi dengan saya, entah itu ketika di kampus atau kelak ketika bekerja. Karena pasti akan terasa membosankan menikah dengan orang yang juga satu pekerjaan. Sudah lah bertemu di rumah, lalu harus bertemu lagi di kantor. Selain itu, saya juga terganjal dengan kriteria bukan orang minang permintaan orang tua saya (jangan tanya kenapa saya tidak diijinkan menikah dengan orang minang, karena saya pun tidak tahu).
Hahahaha.... sampai sini, kalian, para pembaca pasti tertawa dan menilai saya sangat absurd dan aneh. Mungkin karena kriteria aneh dan ribet itu pula, Allah SWT mempertemukan saya dengan sosok pak zamal. Seorang laki-laki yang kriterianya masuk ke dalam kategori “tidak ingin saya nikahi”. Jika meminjam istilah seorang sahabat, doa-doa saya “dilempar” di depan muka saya oleh Allah SWT. Didatangkanlah seorang lelaki yang berlawanan dengan semua teori saya tentang seorang lelaki yang akan saya nikahi. Mungkin Allah ingin bilang, “nih! Makanya jangan bikin kriteria yang ribet dan ga syar’i”. Hehehe...
Jadi sodara-sodara, benturan terbesar ketika saya memutuskan menerima tawaran beliau untuk ta’aruf kata-kata saya sendiri di masa lalu. Tapi kemudian saya tersadarkan dengan kenyataan betapa tidak syar’inya kriteria saya. dan bukankah Rasulullah bersabda apabila laki-laki baik dan sholeh ditolak, akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi? Maka, dengan berbekal niat baik dan bersandar pada keyakinan bahwa Allah akan selalu membimbing saya, saya menerima tawaran beliau melalui guru ngaji saya dan mulailah proses demi proses ta’aruf kami lewati.
Proses bertukar biodata dan pertemuan dengan dimoderasi guru ngaji saya berjalan dengan mudah dan lancar. Memang sih ada beberapa hal yang sangat berbeda dan menjadi pertanyaan buat saya, tapi hal tersebut bisa terjawab dengan baik di kemudian hari. Toh, niat baik dan istikhoroh yang saya lakukan mengirimkan sinyal dalam hati saya untuk terus melanjutkan ke tahap berikutnya, pertemuan dengan orang tua. Singkat cerita, pertemuan dengan kedua belah pihak orang tua pun berjalan dengan baik. walau ada perbedaan kultur antara dua keluarga, tapi kendala yang dihadapi masih bisa diakomodasi dengan baik. Semoga saja, ini pertanda baik bagi rumah tangga kami berdua kelak. Setelah kunjungan keluarga, acara lamaran pun digelar pada 13 November 2011. Acara lamaran yang sederhana, hanya dihadiri keluarga dekat dan hanya diisi acara musyawarah keluarga tentang kapan pelaksanaan acara pernikahan dan makan-makan bersama. Lamaran itu pun menghasilkan kesepakatan untuk menggelar acara di bulan Maret 2012.
Setelah lamaran, kami berdua banyak berinteraksi dalam rangka mempersiapkan akad nikah dan resepsi pernikahan. Jeda waktu lamaran dan akad yang cukup lama membuat saya sedikit banyak dapat mengenal karakter beliau lebih lanjut. Hmm... we’re different obviously. Beliau adalah antitesa saya dalam banyak hal. Cara berpikir dan cara bekerja saya dan beliau banyak sekali yang berbeda. But then, its still manageable. Tidak banyak yang saya harapkan, hanya keberkahan dan ridho dari Allah yang mengiringi setiap proses yang kami lewati. Pernikahan bagi saya bukan sekedar tentang bersatunya dua orang yang berbeda, tetapi juga proses untuk dua orang tumbuh bersama dalam satu ikatan. Semoga Allah melapangkan hati-hati kami dan mengokohkan ikatannya sehingga kami dapat saling mendukung dalam mengembangkan potensi pribadi dan membangun potensi bersama. Amiiin....

Monday, February 06, 2012

memberi jeda

kamu tahu,
ada saatnya dalam rentang waktu panjang interaksi kita, ada masa dimana kita menjadi begitu sensitif dan tidak bisa saling memahami. kamu melihat dia begitu berbeda dan membingungkan. dan dia semakin frustasi karena tidak dipahami. tapi apa perlu kita membenarkan semua situasi yang aneh di saat itu juga? benang yang kusut tak bisa terurai ketika kau menariknya kencang-kencang. jalinan kusutnya hanya akan semakin rapat dan makin sulit dibenarkan. batu bertemu batu hanya akan saling beradu dan saling mengikis. apa mau kita habis hanya karena satu sama lain saling membenturkan diri?

ada kalanya kita tak ingin dinasehati, hanya didengar. ada saatnya kita tak ingin di dengar, hanya ingin ditunggu. beri waktu, nanti dia akan kembali padamu.