Monday, March 19, 2012

sepekan sebuah kebersamaan

dududu.... saya sedang menunggu. menunggu sang suami yang sedang membelah jakarta untuk menjemput saya.

hmm... ga kerasa udah sepekan lebih sehari saya jadi seorang istri. fase-fase indah berdua masih terasa, tapi juga mulai diiringi dengan fase adaptasi satu sama lain. mulai menemukan sisi2 lain dari seorang suami tercinta. surprise? yes, indeed. happy? jangan ditanya. tapi kalau boleh jujur, kadang saya masih merasa gamang dan merasa aneh dengan perubahan status ini. perubahan status ini ga cuma sekedar terlihat dari cincin yang melingkar di jari, tapi juga dari gaya hidup yang mau tidak mau, suka tidak suka harus mengalami penyesuaian. kalau menurut teman-teman saya di kantor, saya tak ubahnya tuan puteri yang berubah jadi upik abu. saya yang ga pernah masuk dapur, nyolek cucian dan cuek dengan kondisi kamar berubah drastis. hal yang paling jelas tentu saja, saya mencuci pakaian kami berdua sendiri. tidak dibantu oleh orang tua atau dibantu mas2 laundry kiloan. hehe... pertama kali mencuci jangan ditanya deh gimana rasanya, pegel super. begitu pula saat memasak. saya bukannya total tidak bisa memasak, hanya saja, orang tua saya memang tidak pernah mewajibkan saya untuk memasak hidangan di rumah. alhasil, sampai saat ini saya masih nge-blank kalau diminta masak. saya hanya ikuti instruksi ibu saja sambil mengandalkan feeling. masakan saya tidak buruk2 amat ternyata. masih layak dimakan dan rasanya pun tidak mengecewakan. alhamdulillah, dia masih mau makan masakan saya. ;p
fokus pikiran saya pun secara otomatis berubah. kalau dulu mau pergi kemana terserah saya, sekarang tidak lagi. saya harus patuh pada maunya suami. karena dia juga merangkap ojek pribadi saya ;p. selain itu, ketika saya berada di luar, pikiran saya selalu tertuju ke rumah. memikirkan cucian saya yang belum kering dan masih berantakan karena belum disetrika. memikirkan bagaimana membagi tenaga antara pekerjaan rumah tangga dengan pekerjaan dan kewajiban kami berbakti pada orang tua. whew... banyak ya cabang2nya?
tapi itu lah anehnya sebuah pernikahan. di antara kewajiban yang sejibun (lebay ya? maklum, tuan putri ga pernah berurusan ma hal2 begituan), tapi saya tetap merasa bahagia. saya merasa cemas dan sedih manakala melihat suami saya berantakan. saya merasa sedih dan kurang percaya diri manakala mengetahui bahwa pengetahuan memasak saya amat terbatas sehingga tidak bisa menghidangkan makanan yang mewah bagi suami saya. tapi di saat yang lain, saya merasa bahagia tidak terkira saat mengetahui cucian saya kering. baju suami terlipat rapih di pojok lemari. dan bisa saya siapkan untuknya ketika pagi kami akan beraktivitas. lucu ya?

eh, maaf, temans. suami saya sudah datang. (akhirnya....)

sebelum pamit saya mau bilang sesuatu,
macam closing statement gitu lah. ;D

mungkin cinta yang membuat Khadijah menerima setia berpeluh menangis bersama Rasulullah
mungkin cinta yang membuat Rasulullah tertawa lepas saat bersama Aisyah bercanda
mungkin cinta yang membuat Fatimah mau membiarkan tangannya kasar menggiling tepung hingga berdarah
dan mungkin cinta pula yang membuat saya mau menundukkan diri, berhenti pada titik ketaatan, berharap pada sebuah ridho manusia yang saya impikan dapat mengantarkan saya menuju surgaNya.


sepekan,
terima kasih sudah mau menerima saya dengan segala yang ada
dan saya belajar
masih akan terus belajar